Seorang
Tumenggung yang senang berburu (bebedag), beliau adalah seorang Putra Raja
bergelar Tumenggung (Putra Mahkota). Beliau beristirahat di tempat ini
sekaligus menambatkan kuda. Dengan ditemani Ki Lengser. Setelah itu kembali ke Ayahandanya di
Pasir Kuta (Pasir Luhur). Ketika sampai di Pasir luhur beliau tersadar bahwa
ada sebagian harta dan beberapa pusaka yang tertinggal. Putra mahkota tersebut
mengutus Ki Lengser untuk kembali dan mengambil barang dan pusaka yang
tertinggal tersebut. Namun barang dan pusaka tersebut sudah hilang (moksa). Ki
Lengser kembali pulang ke Pasir Kuta untuk melaporkan kejadian tersebut kepada
Sang Prabu dan Putra Mahkota.
Sang Prabu
berkata biarlah barang dan pusaka tersebut tersimpan di tempat itu dengan
diberi tanda Pohon bambu, dengan berajalannya waktu pohon bambu tersebut tumbuh
tiga pohon bambu tanpa daun. Maka disebutlah awirarangan yang dikenal sekarang.