Dahulu
kala di daerah Galuh Pakuan (Ciamis) sangat kental dengan keagamaan Hindu,
walaupun di beberapa daerahnya sudah ada yang memeluk agama Islam. Maka dari
itu Kesultana Cirebon mengutus seseorang beserta pasaukannya untuk datang ke
daerah Galuh Pakuan dengan tujuan untuk menyebar luaskan agama Islam di daerah
Galuh Pakuan yang masih beragama Hindu. Utusan dari Kesultanan Cirebon telah
memiliki perjanjian dengan salah satu tokoh yang berada di daerah Galuh Pakuan
yang dipanggil sebagai Wali Purnojati, beliau memiliki sebuah pesantren di
daerah Batu Cupu Citanjung (nama daerahnya sekarang). Beliau dengan utusan dari
Kesultanan Cirebon akan bekerjasama untuk turut dalam menyebarluaskan agama Islam
di daerah Galuh Pakuan. Singkat cerita, sampailah utusan dari Kesultanan
Cirebon itu bersama para pasukannya di
suatu daerah (yang kini di bernama Cibuniseuri) dan menunggu kedatangan dari
Purnojati. Namun, saat mereka menunggu terdengarlah suara orang yang tertawa
terbahak-bahak seperti mentertawakan mereka sampai akhirnya beliau melemparkan
pedangnya kearah suara tersebut yaitu sebuah sumur (kini dinamai sumur tengah)
namun tidak ditemui seorangpun disana. Dan kata orang zaman dahulu, Purnojati
pun sering bermejas medi di tempat itu (sumur tengah) dan selalu mendengar
suara orang yang tertawa namun tidak ada seorangpun yang ditemuinya. Maka
tempat tersebut dinamai dengan sebutan Cibuniseuri karena terdengar suara yang
tertawa di dekat sumur.